Saturday, 6 July 2013

Kenaikan BBM = Kebijakan Anti Rakyat



Kenaikan BBM = Kebijakan Anti Rakyat

              
 Naiknya harga BBM (Bahan Bakar Minyak) pada 22 Juni yang lalu banyak menimbulkan pro kontra atau perbedaan pendapat di berbagai kalangan. Bahkan langkah/proses kenaikan tersebut juga tak luput daripada aksi-aksi penolakan yang dilakukan oleh berbagai elemen, baik itu mahasiswa, petani, buruh, dan elemen-elemen lainnya karena dianggap tidak berpihak kepada rakyat (pro rakyat). Pemerintah mengatakan bahwasanya kenaikan BBM dipicu oleh naiknya harga minyak dunia, sehingga APBN kita tidak mencukupi lagi untuk mensubsidi bahan bakar minyak (jebol). Faktanya adalah, harga minyak dunia justru sedang mengalami penurunan harga, dan lebih lanjut hampir 70 % APBN kita digunakan untuk pembiayaan aparatur negara/birokrasi (seperti gaji/tunjangan DPR/PNS/MPR, dll), menagapa tidak dialakukan pemotongan anggaran gaji para pejabat yang notabene sampai saat ini belum bekerja maksimal untuk rakyat.
              
Kebijakan pemerintah menaikkan BBM juga merupakan salah satu bentuk liberalisasi perdagangan, dimana dengan harga yang relative sama, Pertamina diharuskan bersaing dengan perusahaan-perusaan minyak asing seperti Petronas, Totall (Malaysia), Shell, dan lain-lain yang kualitasnya jauh berbeda, tentu saja lambat laun, Pertamina sebagai salah satu BUMN (Badan Usaha Milik Negara)  yang masih bertahan sampai saat ini akan mengalami kemunduran. Dan efek/dampak yang paling besar adalah naiknya harga seluruh kebutuhan manusia, baik itu bahan pokok, perumahan, air, listrik, dan transportasi. Kenaikan harga kebutuhan tanpa dibarengi dengan kenaikan upah/gaji/penghasilan merupakan sebuah kebijakan yang sangat tidak berpihak kepada rakyat terutama kaum perempuan yang setiap harinya harus berurusan dengan masalah-masalah pembiayaan-pembiayaan dalam rumah tangga dan buruh yang dengan gaji secukupnya, bukan lagi berpikir ingin menuntut gaji lebih tinggi tetapi juga mengalami kecemasan akan ancaman PHK, yang merupakan salah satu cara pengusaha untuk melakukan efisiensi/penghematan terhadap pengeluaran biaya produksi. Alhasil, kenaikan BBM yang berefek pada naiknya harga kebutuhan pokok justru melemahkan daya beli masyarakat dan membuat kemiskinan semakin bertambah. Dan cara penanggulangan pemerintah dengan melalui BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) yang hampir sama dengan BLT (Bantuan Langsung Tunai) merupakan sebuah kebijakan yang tidak mencerdaskan rakyat. Pada hakikatnya subsidi adalah hak rakyat yang harus dijalankan oleh pemerintah karena diambil dari pajak rakyat itu sendiri, alangkah baiknya jika pemerintah sedikit mengetatkan ikat pinggang untuk gaji/tunjangan para pejabat serta memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh agar negara tidak mengalami kerugian/kebocoran APBN yang lebih besar lagi.
               
Dalam fenomena kenaikan BBM ini ada sedikit aksi ataupun respon.pandangan masyarakat yang berbeda, dimana ketika aksi-aksi penolakan BBM marak dilakukan, masyarakat sebagai pelaku yang dijadikan label perjuangan justru memberikan respon/pandangan negative. Artinya tindaka-tindakan/aksi-aksi yang bertujuan untuk menentang kenaikan BBM justru tidak direstui oleh elemen dasar yakni masyarakat meskipun tidak sebagian besar, dan ini menyebabkan menurunnya bargaining/kekuatan rakyat dimata pemerintah. Hal ini juga tidak terlepas daripada peranan media massa yang dianggap tidak dapat bersikap netral dalam memandang persoalan/fenomena kenaikan BBM ini, dimana banyak media massa yang hanya menampilkan sisi-sisi negative daripada aksi-aksi penolakan kenaikan BBM, tidak pada substansi atau landasan berpikir mengapa aksi tersebut dilakukan.
                                                            Reni Andriani
Dept.Kajian data & Database
Korwil SBSI SUMUT.

No comments:

Post a Comment